News Flash
Aku Jadi Coverboy
Aku baru saja dinobatkan sebagai Player of the Year hehehe... Lumayanlah kalo temen2 mau memajang foto sampul majalah kayak gini untuk profil situs sosial macam FS atau FB. Untuk bikin foto sampul coba kunjungi http://www.magmypic.com/
Baba Rafi
Awal tahun 2008 yang lalu saya mengikuti seminar kewirausahaan di Balai Pemuda Surabaya yang salah satu nara sumbernya adalah mas Hendy Setiono sang pemilik Franchise Kebab Turki Baba Rafi (KTBR). Kesan pertama sampai akhir, saya sangat terkesan dengan uraian tentang usahanya.
Di usia yang relatif muda (sangat muda malah, kelahiran 30 maret 1983), dia sudah memliliki lebih dari 200 outlet KTBR, ck ck ck. Terlebih lagi, usaha ini tidak dia peroleh dari warisan oang tua tapi murni dia mulai dari keinginan pribadinya. Memang sih, awalnya dia mengenal kebab dari kunjungannya ke Qatar untuk menjenguk orang tuanya yang sedang bekerja di sana. Lebih lanjut akunya, memang mas Hendy hobi makan.
Dari dua paragraf di atas saja saya merasa cukup malu untuk mengakui bahwa saya telah "cukup" atau paling tidak sudah "agak" terlambat kalau tidak dibilang menyia-nyiakan kesempatan yang saya miliki. Beberapa yang skeptis mungkin berujar, "lha emang pernah dari sono (Qatar) sih". Mas Hendy mungkin beruntung mendapatkan inspirasi dari sana. Namun apakah inspirasi itu hanya bisa diperoleh dari luar negeri saja? Berapa juta orang yang telah bepergian jauh tanpa memperoleh inspirasi?
Kita semua telah diberi kesempatan untuk mencoba sesuatu yang bermanfaat, tinggal kita telah mengambil kesempatan itu atau malah tidak tahu kalau kesempatan itu telah lewat.
"Dia kan hobi makan". Lha kamu punya hobi apa loh? Banyak pula orang yang tidak menyadari kalau hobi bisa menjadi investasi. Hobi mengarangkah? Hobi merangkai bungakah? Meremehkan hal tersebut sama juga dengan meremehkan kesempatan yang diberikan Tuhan.
Untung saja, walau dengan sedikit keterlambatan dan kenekadan penuh, saya sendiri telah merintis usaha yang notabene bukan warisan dan berbasis hobi. Istilah bukan warisan ini sedikit banyak akan menyebabkan kondisi semangat yang berbeda pada usaha yang kita jalani. Semangat untuk memulai sesuatu yang baru tentu lebih menggebu dari pada meneruskan yang telah ada. Selain itu juga usaha nonwarisan kan menggunakan modal yang lebih besar, ya akhirnya rasa takut kehilangan juga semakin besar.
Hobi makan ya jualan makanan. Sebenarnya tidak harus demikian. Banyak peluang walaupun kita "hanya" hobi makan. Hobi akan membuat kita konsisten dan selalu fully charged dalam menjalankan usaha kita itu.
Nah, kapan kita mulai usaha kita?
640K = enough
Membaca judul di atas mungkin Anda sudah menebak apa isi artikel kita kali ini. Legenda 640K adalah legenda tentang besaran memori yang dinilai cukup (waktu itu) oleh Bill Gates. selanjutnya Anda akan dibawa bernostalgia di mana beberapa pendapat masa lalu cukup terdengar lucu untuk telinga orang masa kini.
"Computers in the future may weight no more than 1.5 tons." (Komputer di masa depan mungkin bisa berbobot kurang dari 1,5 ton)
-- Popular Mechanics, meramalkan rentetan sains yang menyedihkan, 1949
"I think there is a world market for maybe five computers." (Saya pikir ada pasar di dunia untuk yah, kira2 lima buah komputer.)
--Thomas Watson, chairman of IBM, 1943
"I have traveled the length and breadth of this country and talked with the best people, and I can assure you that data processing is a fad that won't last out the year." (Saya telah bepergian sepanjang dan selebar negeri ini dan berbicara dengan orang-orang yang terbaik, dan saya dapat meyakinkan Anda bahwa pengolahan data adalah demam yang tidak akan bertahan sampai tahun ini)
--Editor yang berwenang pada buku-buku bisnis untuk Prentice Hall, 1957
"But what ... is it good for?" (Tapi...bagusnya untuk apa sih?)
--Insinyur pada Divisi Advanced Computing Systems IBM, 1968, mengomentari microchip.
"There is no reason anyone would want a computer in their home." (Tidak ada alasan bagi setiap orang untuk memiliki komputer di rumah mereka)
--Ken Olson, presiden, chairman dan Pendiri Digital Equipment Corp., 1977
"This 'telephone' has too many shortcomings to be seriously considered as a means of communication. The device is inherently of no value to us." (Telepon ini memiliki terlalu banyak kekurangan yang harus serius dipertimbangkan sebagai alat komunikasi. Perangkat ini belum ada nilai yang melekat untuk kami)
--internal memo Western Union, 1876.
"The wireless music box has no imaginable commercial value. Who would pay for a message sent to nobody in particular?" (Kotak musik nirkabel (radio) tidak bisa dibayangkan bernilai komersil. Siapa yang mau membayar untuk pesan yang dikirimkan kepada "bukan orang tertentu?")
--David Sarnoff's associates dalam responnya mengenai investasi untuk radio, 1920-an.
"The concept is interesting and well-formed, but in order to earn better than a 'C,' the idea must be feasible." (Konsepnya menarik dan telah terbentuk dengan baik, tapi agar mendapatkan nilai yang lebih baik dari pada nilai C, idenya harus masuk akal)
--Profesor bidang manajemen Yale University dalam tanggapannya pada proposal Fred Smith tentang layanan pengiriman lepas malam yang handal). (Kemudian Smith mendirikan Federal Express Corp.)
"Who the hell wants to hear actors talk?" (Siapa sih yang ingin mendengar aktor berbicara?)
--H.M. Warner, Warner Brothers, 1927.
"I'm just glad it'll be Clark Gable who's falling on his face and not Gary Cooper." (Aku senang bahwa yang akan jatuh di atas mukanya adalah Clark Gable, bukan Gary Cooper)
--Gary Cooper dalam keputusannya untuk tidak mengambil peran utama di "Gone With The Wind."
"We don't like their sound, and guitar music is on the way out." (kami tidak sukan suara mereka, dan musik gitar sudah hampir mati)
--Decca Recording Co. menolak the Beatles, 1962.
"Heavier-than-air flying machines are impossible." (Mesin terbang yang lebih berat dari udara adalah mustahil)
--Lord Kelvin, president, Royal Society, 1895.
"So we went to Atari and said, 'Hey, we've got this amazing thing, even built with some of your parts, and what do you think about funding us? Or we'll give it to you. We just want to do it. Pay our salary, we'll come work for you.' And they said, 'No.' So then we went to Hewlett-Packard, and they said, 'Hey, we don't need you. You haven't got through college yet.'"
(Kami pergi ke Atari dan berkata 'Hey, kati menemukan barang menakjubkan ini, walaupun dirakit dengan beberapa suku cadangmu, dan bagaimana menurutmu untuk mendanai kami? atau kami akan memberikannya kepadamu. Kami hanya ingin mengerjakannya. Bayarlah gaji kami dan kami akan bekerja untukmu.' dan mereka berkata 'tidak'. Terus kami pergi ke Hewlett-Packard, dan mereka berkata, 'hey, kami tidak memerlukanmu. Kamu bahkan belum pernah kuliah')
--Pendiri Apple Computer Inc., Steve Jobs dalam perjuangannya merayu Atari and H-P agar tertarik dengan Komputer personal karyanya bersama Steve Wozniak.
"Professor Goddard does not know the relation between action and reaction and the need to have something better than a vacuum against which to react. He seems to lack the basic knowledge ladled out daily in high schools." --1921 New York Times editorial about Robert Goddard's revolutionary rocket work.
"You want to have consistent and uniform muscle development across all of your muscles? It can't be done. It's just a fact of life. You just have to accept inconsistent muscle development as an unalterable condition of weight training." --Response to Arthur Jones, who solved the "unsolvable" problem by inventing Nautilus.
"Drill for oil? You mean drill into the ground to try and find oil? You're crazy." --Drillers who Edwin L. Drake tried to enlist to his project to drill for oil in 1859.
"Stocks have reached what looks like a permanently high plateau." --Irving Fisher, Professor of Economics, Yale University, 1929.
"Airplanes are interesting toys but of no military value." --Marechal Ferdinand Foch, Professor of Strategy, Ecole Superieure de Guerre.
"If you need more than 15 or 20 meg of storage on a hard drive, you should do it on the City's main frame." --1986 the head of the City of Dallas Information Services Department
"Everything that can be invented has been invented." --Charles H. Duel
"Louis Pasteur's theory of germs is ridiculous fiction." --Pierre Pachet, Professor of Physiology at Toulouse, 1872
"The abdomen, the chest, and the brain will forever be shut from the intrusion of the wise and humane surgeon." --Sir John Eric Ericksen, British surgeon, appointed Surgeon-Extraordinary to Queen Victoria 1873.
(And of course, the most famous one...)
"640K ought to be enough for anybody." --Bill Gates, 1981
Soekarno Wafat
Saat itu Juni 1970. Ibu yang baru pulang berbelanja, mendapatkan Bapak (almarhum) sedang menangis sesenggukan. ”Pak Karno seda” (meninggal) Dengan menumpang kendaraan militer mereka bisa sampai di Wisma Yaso. Suasana sungguh sepi. Tidak ada penjagaan dari kesatuan lain kecuali 3 truk berisi prajurit Marinir ( dulu KKO ). Saat itu memang Angkatan Laut, khususnya KKO sangat loyal terhadap Bung Karno. Jenderal KKO Hartono - Panglima KKO - pernah berkata , ”Hitam kata Bung Karno, hitam kata KKO. Merah kata Bung Karno, merah kata KKO” Banyak prediksi memperkirakan seandainya saja Bung Karno menolak untuk turun, dia dengan mudah akan melibas Mahasiswa dan Pasukan Jendral Soeharto, karena dia masih didukung oleh KKO, Angkatan Udara, beberapa divisi Angkatan Darat seperti Brawijaya dan terutama Siliwangi dengan panglimanya May.Jend Ibrahim Ajie. Namun Bung Karno terlalu cinta terhadap negara ini. Sedikitpun ia tidak mau memilih opsi pertumpahan darah sebuah bangsa yang telah dipersatukan dengan susah payah. Ia memilih sukarela turun, dan membiarkan dirinya menjadi tumbal sejarah. The winner takes it all. Begitulah sang pemenang tak akan sedikitpun menyisakan ruang bagi mereka yang kalah. Soekarno harus meninggalkan istana pindah ke istana Bogor . Tak berapa lama datang surat dari Panglima Kodam Jaya - Mayjend Amir Mahmud - disampaikan jam 8 pagi yang meminta bahwa Istana Bogor harus sudah dikosongkan jam 11 siang. Buru buru Bu Hartini, istri Bung Karno mengumpulkan pakaian dan barang barang yang dibutuhkan serta membungkusnya dengan kain sprei. Barang barang lain semuanya ditinggalkan. ”Het is niet meer mijn huis” - sudahlah, ini bukan rumah saya lagi , demikian Bung Karno menenangkan istrinya. Sejarah kemudian mencatat, Soekarno pindah ke Istana Batu Tulis sebelum akhirnya dimasukan kedalam karantina di Wisma Yaso. Beberapa panglima dan loyalis dipenjara. Jendral Ibrahim Adjie diasingkan menjadi dubes di London . Jendral KKO Hartono secara misterius mati terbunuh di rumahnya. Kembali ke kesaksian yang diceritakan ibu saya. Saat itu belum banyak yang datang, termasuk keluarga Bung Karno sendiri. Tak tahu apa mereka masih di RSPAD sebelumnya. Jenasah dibawa ke Wisma Yaso. Di ruangan kamar yang suram, terbaring sang proklamator yang separuh hidupnya dihabiskan di penjara dan pembuangan kolonial Belanda. Terbujur dan mengenaskan. Hanya ada Bung Hatta! dan Ali Sadikin - Gubernur Jakarta - yang juga berasal dari KKO Marinir. Bung Karno meninggal masih mengenakan sarung lurik warna merah serta baju hem coklat. Wajahnya bengkak bengkak dan rambutnya sudah botak. Kita tidak membayangkan kamar yang bersih, dingin berAC dan penuh dengan alat alat medis disebelah tempat tidurnya. Yang ada hanya termos dengan gelas kotor, serta sesisir buah pisang yang sudah hitam dipenuhi jentik jentik seperti nyamuk. Kamar itu agak luas, dan jendelanya blong tidak ada gordennya. Dari dalam bisa terlihat halaman belakang yang ditumbuhi rumput alang alang setinggi dada manusia !. Setelah itu Bung Karno diangkat. Tubuhnya dipindahkan ke atas karpet di lantai di ruang tengah. Ibu dan Bapak saya serta beberapa orang disana sungkem kepada jenasah, sebelum akhirnya Guntur Soekarnoputra datang, dan juga orang orang lain. Namun Pemerintah orde baru juga kebingungan kemana hendak dimakamkan jenasah proklamator. Walau dalam Bung Karno berkeingan agar kelak dimakamkan di Istana Batu Tulis, Bogor . Pihak militer tetap tak mau mengambil resiko makam seorang Soekarno yang berdekatan dengan ibu kota. Maka dipilih Blitar, kota kelahirannya sebagai peristirahatan terakhir. Tentu saja Presiden Soeharto tidak menghadiri pemakaman ini. Dalam catatan Kolonel Saelan, bekas wakil komandan Cakrabirawa, ”Bung karno diinterogasi oleh Tim Pemeriksa Pusat di Wisma Yaso. Pemeriksaan dilakukan dengan cara cara yang amat kasar, dengan memukul mukul meja dan memaksakan jawaban. Akibat perlakuan kasar terhadap Bung Karno, penyakitnya makin parah karena memang tidak mendapatkan pengobatan yang seharusnya diberikan.” (Dari Revolusi 1945 sampai Kudeta 1966 ) dr. Kartono Mohamad yang pernah mempelajari catatan tiga perawat Bung Karno sejak 7 februari 1969 sampai 9 Juni 1970 serta mewancarai dokter Bung Karno berkesimpulan telah terjadi penelantaran. Obat yang diberikan hanya vitamin B, B12 dan duvadillan untuk mengatasi penyempitan darah. Padahal penyakitnya gangguan fungsi ginjal. Obat yang lebih baik dan mesin cuci darah tidak diberikan. (Kompas 11 Mei 2006) Rachmawati Soekarnoputri, menjelaskan lebih lanjut, ”Bung Karno justru dirawat oleh dokter hewan saat di Istana Batutulis. Salah satu perawatnya juga bukan perawat. Tetapi dari Kowad
Posted by RRHakim | Permalink | 0 comments
Detik-detik terakhir Soekarno
Jakarta , Selasa, 16 Juni 1970.
Ruangan intensive care RSPAD Gatot Subroto dipenuhi tentara sejak pagi.
Serdadu berseragam dan bersenjata lengkap bersiaga penuh di beberapa titik
strategis rumah sakit tersebut. Tak kalah banyaknya, petugas keamanan
berpakaian preman juga hilir mudik di koridor rumah sakit hingga pelataran
parkir. Sedari pagi, suasana mencekam sudah terasa.
Kabar yang berhembus
mengatakan, mantan Presiden Soekarno akan dibawa ke rumah sakit ini dari
rumah tahanannya di Wisma Yaso yang hanya berjarak lima kilometer.
Malam ini desas-desus itu terbukti. Di dalam ruang perawatan yang sangat
sederhana untuk ukuran seorang mantan presiden, Soekarno tergolek lemah di
pembaringan. Sudah beberapa hari ini kesehatannya sangat mundur. Sepanjang
hari, orang yang dulu pernah sangat berkuasa ini terus memejamkan mata. Suhu
tubuhnya sangat tinggi. Penyakit ginjal yang tidak dirawat secara semestinya
kian menggerogoti kekuatan tubuhnya. Lelaki yang pernah amat jantan dan
berwibawa dan sebab itu banyak digila-gilai perempuan seantero jagad,
sekarang tak ubahnya bagai sesosok mayat hidup.
Tiada lagi wajah gantengnya. Kini wajah yang dihiasi gigi gingsulnya telah
membengkak, tanda bahwa racun telah menyebar ke mana-mana. Bukan hanya
bengkak, tapi bolong-bolong bagaikan permukaan bulan. Mulutnya yang dahulu
mampu menyihir jutaan massa dengan pidato-pidatonya yang sangat memukau,
kini hanya terkatup rapat dan kering. Sebentar-sebentar bibirnya gemetar.
Menahan sakit.
Kedua tangannya yang dahulu sanggup meninju langit dan mencakar udara, kini
tergolek lemas di sisi tubuhnya yang kian kurus.
Sang Putera Fajar tinggal menunggu waktu. Dua hari kemudian, Megawati, anak
sulungnya dari Fatmawati diizinkan tentara untuk mengunjungi ayahnya.
Menyaksikan ayahnya yang tergolek lemah dan tidak mampu membuka matanya,
kedua mata Mega menitikkan airmata. Bibirnya secara perlahan didekatkan ke
telinga manusia yang
paling dicintainya ini.
"Pak,Pak,ini Mega.." .Senyap.
Ayahnya tak bergerak. Kedua matanya juga tidak membuka. Namun kedua bibir
Soekarno yang telah pecah-pecah bergerak-gerak kecil, gemetar, seolah ingin
mengatakan sesuatu pada puteri sulungnya itu. Soekarno tampak mengetahui
kehadiran Megawati. Tapi dia tidak mampu membuka matanya. Tangan kanannya
bergetar seolah ingin menuliskan sesuatu untuk puteri sulungnya, tapi
tubuhnya terlampau lemah untuk sekadar menulis. Tangannya kembali terkulai.
Soekarno terdiam lagi.
Melihat kenyataan itu, perasaan Megawati amat terpukul. Air matanya yang
sedari tadi ditahan kini menitik jatuh. Kian deras. Perempuan muda itu
menutupi hidungnya dengan sapu tangan. Tak kuat menerima kenyataan, Megawati
menjauh dan limbung. Mega segera dipapah keluar. Jarum jam terus bergerak.
Di luar kamar, sepasukan tentara terus
berjaga lengkap dengan senjata.
Malam harinya ketahanan tubuh seorang Soekarno ambrol. Dia coma. Antara
hidup dan mati. Tim dokter segera memberikan bantuan seperlunya. Keesokan
hari, mantan wakil presiden Muhammad Hatta diizinkan mengunjungi kolega
lamanya ini. Hatta yang ditemani sekretarisnya menghampiri pembaringan
Soekarno dengan sangat hati-hati. Dengan segenap kekuatan yang berhasil
dihimpunnya, Soekarno berhasil membuka matanya. Menahan rasa sakit yang tak
terperi, Soekarno berkata lemah.
"Hatta.., kau di sini..?".
Yang disapa tidak bisa menyembunyikan kesedihannya. Namun Hatta tidak mau
kawannya ini mengetahui jika dirinya bersedih. Dengan sekuat tenaga memendam
kepedihan yang mencabik hati, Hatta berusaha menjawab Soekarno dengan wajar.
Sedikit tersenyum menghibur.
"Ya, bagaimana keadaanmu, No?" . Hatta menyapanya dengan sebutan yang
digunakannya di masa lalu.Tangannya memegang lembut tangan Soekarno.
Panasnya menjalari jemarinya. Dia ingin memberikan kekuatan pada orang yang
sangat dihormatinya ini.
Bibir Soekarno bergetar, tiba-tiba, masih dengan lemah, dia balik bertanya
dengan bahasa Belanda. Sesuatu yang biasa mereka berdua lakukan ketika
mereka masih bersatu dalam Dwi Tunggal. "Hoe gaat het met jouâ?¦?" Bagaimana
keadaanmu?
Hatta memaksakan diri tersenyum. Tangannya masih memegang lengan Soekarno.
Soekarno kemudian terisak bagai anak kecil. Lelaki perkasa itu menangis di
depan kawan seperjuangannya, bagai bayi yang kehilangan mainan. Hatta tidak
lagi mampu mengendalikan perasaannya. Pertahanannya bobol. Airmatanya juga
tumpah. Hatta ikut menangis.
Kedua teman lama yang sempat berpisah itu saling berpegangan tangan seolah
takut berpisah. Hatta tahu, waktu yang tersedia bagi orang yang sangat
dikaguminya ini tidak akan lama lagi. Dan Hatta juga tahu, betapa kejamnya
siksaan tanpa pukulan yang dialami sahabatnya ini. Sesuatu yang hanya bisa
dilakukan oleh manusia yang tidak punya nurani.
"Noâ?¦"
Hanya itu yang bisa terucap dari bibirnya. Hatta tidak mampu mengucapkan
lebih. bibirnya bergetar menahan kesedihan sekaligus kekecewaannya. Bahunya
terguncang-guncang. Jauh di lubuk hatinya, Hatta sangat marah pada penguasa
baru yang sampai hati menyiksa bapak bangsa ini. Walau prinsip politik
antara dirinya dengan Soekarno tidak bersesuaian, namun hal itu sama sekali
tidak merusak persabatannya yang demikian erat dan tulus. Hatta masih
memegang lengan Soekarno ketika kawannya ini kembali memejamkan matanya.
Jarum jam terus bergerak. Merambati angka demi angka. Sisa waktu bagi
Soekarno kian tipis. Sehari setelah pertemuan dengan Hatta, kondisi Soekarno
yang sudah buruk, terus merosot. Putera Sang Fajar itu tidak mampu lagi
membuka kedua matanya. Suhu badannya terus meninggi. Soekarno kini
menggigil. Peluh membasahi bantal dan piyamanya. Malamnya Dewi Soekarno dan
puterinya yang masih berusia tiga tahun, Karina, hadir di rumah sakit.
Soekarno belum pernah sekali pun melihat anaknya.
Minggu pagi, 21 Juni 1970. Dokter Mardjono, salah seorang anggota tim dokter
kepresidenan seperti biasa melakukan pemeriksaan rutin. Bersama dua orang
paramedis, Dokter Mardjono memeriksa kondisi pasien istimewanya ini. Sebagai
seorang dokter yang telah berpengalaman, Mardjono tahu waktunya tidak akan
lama lagi.
Dengan sangat hati-hati dan penuh hormat, dia memeriksa denyut nadi
Soekarno. Dengan sisa kekuatan yang masih ada, Soekarno menggerakkan tangan
kanannya, memegang lengan dokternya. Mardjono merasakan panas yang demikian
tinggi dari tangan yang amat lemah ini. Tiba-tiba tangan yang panas itu
terkulai. Detik itu juga Soekarno menghembuskan nafas terakhirnya. Kedua
matanya tidak pernah mampu lagi untuk membuka. Tubuhnya tergolek tak
bergerak lagi. Kini untuk selamanya sang Proklamator telah pergi. Situasi
di sekitar ruangan sangat sepi. Udara sesaat terasa berhenti mengalir. Suara
burung yang biasa berkicau tiada terdengar. Kehampaan sepersekian detik yang
begitu mencekam. Sekaligus menyedihkan. Dunia melepas salah seorang
pembuat sejarah yang penuh kontroversi. Banyak orang menyayanginya, tapi
banyak pula yang membencinya. Namun semua sepakat, Soekarno adalah seorang
manusia yang tidak biasa. Yang belum tentu dilahirkan kembali dalam waktu
satu abad. Manusia itu kini telah tiada.
Dokter Mardjono segera memanggil seluruh rekannya, sesama tim dokter
kepresidenan. Tak lama kemudian mereka mengeluarkan pernyataan resmi:
Soekarno telah berpulang ke pangkuan sang pencipta
sejarah ini saya kutip dari blog seorang teman garis-lurus.blogspot.com
Posted by RRHakim | Permalink | 0 comments